Kamis, 28 Oktober 2010

Cerita Yatim Piatu di Pesta Ultah Tetangganya *copas

oleh Taufiq Ismail--

Seminggu lalu datanglah undangan

Untuk kami anak-anak penghuni Panti Asuhan

Diantarkan seorang ibu dan anak gadisnya

Sekolahnya kira-kira di SMA

Mereka naik Corolla biru

Dari pakaian, cara bicara dan perilaku

Kelihatan tamu ini orang gedongan

Golongan yang hidup lebih dari kecukupan.

Mereka mengundang anak-anak Panti Asuhan

Untuk ikut acara ulang tahun

Rebo jam tujuh malam.

Dan berangkatlah kami pada waktu yang ditentukan

Berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama

Jalan kaki bersama, karena jaraknyacuma terpisah sepuluh rumah saja

Rombongan disilakan masuk dengan ramah

Dan anak-anak berusaha duduk di belakang-belakang saja

Tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya

Para remaja belasan tahunMereka sehat-sehat, harum-harum

Berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya

Saya berjuang melawan sifat minder saya

Duduk di tengah ruang tamu yang luas

Di atas karpet bersila, pegal dan canggung

Di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotanDi bawah lampu keristal bergelantungan.

Tapi alangkah aku jadi heran

Tidak ada acara potong kue dan tiup lilin

Tidak ada tepuk tangan mengiringi

Lagu Hepi-Bisde-Tuyu

Hepi-Bisde-Tuyu.

--

Lalu seorang remaja membaca Surah Luqman

Dengan suara amat merdunya

Dan suaranya berubah jadi untaian mutiara

Yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya.

Kemudian Lia yang berulang tahun

Berpidato sangat mengharukan

”Dalam acara seperti ini

Bukan saya yang jadi pusat perhatian

Diperingati atau dihargai

Tapi mama

Ya, mama kitaIbunda kita

Dan ayahanda.

Ibunda dan ayahanda

Pusat perhatian kita.

Hari ini, enam belas tahun yang lalu

Mama melahirkan saya

Posisi saya sungsang

Saya terlalu besarJadi mama harus sectio Caesaria

Mama dibedah, berdarah-darah

Seluruh keluarga khawatir dan berdoa

Di luar ruang operasi duduk menanti berita

Dalam kecemasan luar biasa

Tapi alhamdulillah kelahiran selamat

Walau pun mama sangat menderita

Sekarang ini, enam belas tahun kemudian

Ulang tahun saya dirayakan

Saya pikir, tidak logis saya jadi pusat perhatian

Harus mama yang jadi pusat perhatian

Mama. Bukan saya

Saya pikir, tidak logis saya minta kado

Harus mama yang diberi kado…”

Anak gadis itu berhenti sebentar

Dia sangat terharu

Kemudian dia mengambil sebuah bungkusan

Kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga

”Mama

Terima kasih mama, terima kasih

Mama telah melahirkan saya

Dengan susah payah

Mama menyabung nyawa

Berdarah-darah

Persis malam ini, 16 tahun yang lalu

Terimalah rasa terima kasih ananda

Tidak seberapa harganya.”

Mamanya berdiri

Terpukau pada kata-kata anak gadisnya

Terharu pada jalan pikirannya

Yang dia tak sangka-sangka

Dia langsung memeluk anaknya

Terguguk-guguk menangisKeduanya tersedu-sedu

Hadirin menitikkan air mata pula

Suasana mencekam terasa

Dan hening agak lama

--

Kemudian kakak pembawa acara berkata

”Para hadirin yang mulia

Ini memang kejutan bagi kita

Karena dengan tahun yang lalu acara ini berbeda

Lia tidak mau tiup lilin jadi acaraKarena ditemukannya di ensiklopedia

Manusia di Zaman Batu di Eropah

Percaya pada kekuatan nyala lilin, begitu tahayulnya

Bisa mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi begitu katanya

Termasuk sijundai, setan, hantu, kuntilanak dan gendruwoDan itu berlanjut ke zaman Romawi kuno

Lalu dikarang lagi berikutnya superstisi

Yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya semua mati

Maka akan terkabul apa yang jadi cita-cita di dalam hati.

Lia tidak mau acara ulang tahunnya oleh tahayul jadi bernoda

Acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman purbakala

Katanya: ’Kok tiupan nyala 16 lilin bisa menentukan nasib saya?

Allah yang menentukan nasib saya

Sesudah kerja keras saya

Saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul

Walau pun itu datangnya dari barat atau pun timur juga

Saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka

Minta kado dari Papa dan Mama

Minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya.

Saya tidak mau cuma jadi kawanan burung kakaktua

Burung beo yang pintar meniru adat Belanda dan Amerika

Dalam acara ulang tahun kita’

Begitu katanya.”

Sesudah bertangis-tangisan dengan ibunya

Berkatalah yang berulang tahun itu

”Hadiah paling saya harapkan dari kalian

Adalah doa bersama

Sesudah hamdalah dan salawat

Karena saya ingin jadi anak yang baik laku

Jadi perhiasan di leher ibuku

Jadi penyenang hati ayahku

Rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku

Bertegur-sapa dengan semua tetangga

Dan kelak ketika dewasaB

erguna bagi Indonesia.”

--

Anak yatim piatu yang mendapat undangan itu

Lihatlah bersama kawan-kawannya

Disilakan makan bersama-sama

Dengarlah kisah kesannya kini:

”Dalam acara makan kunikmati nasi

Beras Rajalele yang putih gurih

Dendeng tipis balado, ikan emas panggang

Dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk

Belum pernah aku memegang udang sebesar ituDi asrama ikan asin dan tempe

Seperti nyanyian yang nyaris abadi

Kadang-kadang makan pun cuma sekali sehari.

Ketika kulayangkan pandangku ke depan

Kulihat tuan rumah yang baik hati itu

Bapak dan ibu itu

Berdiri bersama Lia anak gadisnya

Berbicara amat mesranya

Kubayangkan ayahku almarhum

Mungkin seusia dengan bapak ini

Beliau meninggal ketika umurku setahun

Kubayangkan ibuku almarhumah

Wafat ketika aku kelas enam SD

Mungkin seusia pula dengan ibu itu

Tidak pernah aku merayakan ulang tahunku

Tidak pernah.

Semoga sorga firdaus jua

Bagi ibu bapakkuPanas mengembang di atas pipiku

Tak tertahantitik air mataku.”

1980, 2007.dengan perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar